Garuda
di Dadaku
Film Garuda di Dadaku
adalah film yang dirilis pada hari Kamis, 18 Juni 2009. Film ini dibintangi
antara lain oleh Emir Mahira, Aldo Tansani, Marsha Aruan, Ikranegara, Maudy
Koesnaedi, Ari Sihasale, dan Ramzi, dan lain-lain. Diproduseri oleh Shanty
Harmayn dan sutradara Ifa Isfansyah.
Skenarionya ditulis Salman Aristo dan diproduksi SBO Films Dan Mizan
Productions.
Garuda di dadaku, Garuda
kebanggaanku
Kuyakin hari ini pasti menang
Kobarkan semangatmu, tunjukkan
mobilitasmu
Kuyakin hari ini pasti menang
Lagu "Garuda di
Dadaku" adalah lagu yang selalu dinyanyikan PSSI (timnas sepak bola
Indonesia) setiap akan bertanding. Lagu ini notasinya diambil dari lagu daerah
asal Papua, Apusé. Meski sepak bola merupakan olahraga dan hiburan rakyat
Indonesia, namun ada semacam pemikiran pada sebagian orang Indonesia bahwa
menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa
depan. Dalam film ini, pemikiran itu pula yang selalu terlontar pernyataan-pernyataan
Kakek Usman (Ikranegara) agar Bayu (Emir Mahira), cucunya itu tidak akan
menjadi pemain sepak bola seperti ayahnya. Melalui film ini, ada pesan khusus
kepada kita semua, bahwa kita perlu mengapresiasi olah-raga sepak bola dan para
pemainnya. Melalui sepak bola nasional, kita mengenal salah satu atlit cerdas
yang dimiliki Indonesia.
Bayu, 12 tahun yang
masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, menghadapi dilema menyenangkan kakeknya
atau meraih mimpi dalam hidupnya menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari
Bayu secara diam-diam berlatih sepak bola sendiri dengan penuh semangat, ia
menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil mendribble bola
"rolling-rolling" untuk sampai ke lapangan bulu tangkis bermain
dengan anak-anak lainnya. Beruntung Bayu mempunyai sahabat yang bernama Heri
(Aldo Tansani) si penggila bola, Heri selalu mendorong agar Bayu untuk masuk
Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena
internasional.
Dengan dukungan
sahabatnya ini, Bayu menjadi pantang menyerah untuk meraih mimpinya menjadi
pemain sepak bola. Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan
Heri harus mencari-cari berbagai alasan kepada Sang Kakek, agar Bayu dapat
terus berlatih sepak bola. Tetapi hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi
Bayu ini, dan bahkan persahabatan tiga anak itu terancam putus. Konflik inilah
yang dikemas secara apik oleh sang penulis dengan menanamkan nilai-nilai
pendidikan, semangat hidup dan persahabatan yang terjalin erat diantara anak-anak
dari kelas sosial yang berbeda.
Bayu, Heri dan Zahra
(Marsha Aruan) adalah anak-anak yang mempunyai kendalanya masing-masing, namun
mereka bukanlah tipe anak-anak yang loyo, yang gampang menyerah. Heri meski ia
cacat tetapi justru menjadi motivator handal bagi Bayu, Zahra dari kalangan
jelata pun mempunyai potensi yang bisa diandalkan dengan jiwa seninya. Bayu
menghadapi ambisi besar sang Kakek dan harus menjadi anak yang penurut, namun
di balik itu, ia justru melakukan sebuah pemberontakan karena ia mempunyai
mimpi dan ambisi yang lebih besar untuk menjadi pemain sepak bola. Dan pada
akhirnya mimpi Bayu yang kuat ini, berakhir pada kebahagiaan. Lewat kerja keras
dan dukungan sahabat-sahabat yang memicu semangatnya dan sekaligus usaha
mendapat restu dari sang Kakek.
Garuda di Dadaku adalah
film Indonesia yang bagus dan mendidik, Emir Mahira berakting sangat baik di
film pertamanya ini, meski baru pertama kali bermain film tetapi emosi yang
dikeluarkan Emir difilm ini sangat natural. Ikranegara menampilkan figur kakek
yang sesuai dengan karakter cerita. Ari Sihasale melakukan totalitas karakter
sebagai seorang pelatih sepakbola. Dan ada haru, kadang juga jenaka dan tawa.
Pada bagian ini, apresiasi, layak diberikan kepada Ramzi, yang berperan sebagai
Bang Duloh. Apresiasi khusus kepada Aksan Sjuman dan Titi Sjuman, pasangan
suami istri ini menghadirkan music score yang bagus sekali, yang mampu membawa
para penonton pada suasana batin yang riuh dan gempita. Dengan musik itu,
membawa mata kita memandang bagaimana Bayu, sang pemain bola cilik itu
menggiring bola di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Bola, bila sudah dalam
penguasaan kakinya sulit direbut lawan. Kaki Bayu seolah mencengkram bola itu
sekuat burung Garuda. Aksan dan Titi Sjuman memilih scoring musiknya ini
ditampilkan oleh Beijing Simphony Orchestra di Beijing, China.
Selain pesan-pesan
pendidikan, semangat pluralitas dan persahabatan ditampilkan secara lugas.
Dalam film ini juga membawa kembali pesan-pesan bagi anak-anak kita untuk
kembali mengingat akan lambang negara kita Garuda Pancasila yang tertera jelas
pada seragam timnas PSSI. Pancasila sebagai falsafah dasar bernegara dan
berpedoman hidup bangsa Indonesia pada masa sekarang ini sedikit demi sedikit
telah ditinggalkan dalam sistem pendidikan di Indonesia ini. Sehingga banyak
perilaku remaja masa sekarang yang tidak mencerminkan pribadinya sebagai warga
Indonesia yang berasaskan pancasila. Melalui "Garuda di Dadaku" mari
kita kembali untuk sadar, bahwa Pancasila itu mengandung toleransi, dan sila-sila
dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif yang
sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar